Berapa Akurasi Signal Trading Yang Bagus?

Pertanyaan yang saya jadikan judul di atas adalah pertanyaan yang paling sering diajukan kepada saya, di samping pertanyaan senada seperti, “Berapa persen akurasi signal trading Bapak?”. | MIA


Banyak trader (biasanya pemula) sangat mendewakan akurasi. Begitu mendewakannya sehingga mereka beranggapan bahwa strategi trading yang baik adalah yang akurasinya adalah 100%.

Pertanyaannya, mungkinkah akurasi dari analisa seorang trader (atau analis) mencapai angka 100%?

Bisa.

Lho, kok bisa? Bukankah selama ini saya mengatakan bahwa tidak mungkin akurasi bisa 100%, karena manusia tidak mungkin maha benar?

“Bisa” di sini tentu bukan tanpa syarat dan yang pasti: tidak selamanya benar.

Bagaimana ceritanya?


Mari kita ambil contoh kasus. Ini kisah nyata.


Ada seorang trader (pemula, tentu saja), sebut saja bernama Budi, datang kepada kami dan mengabarkan bahwa ia pernah mengikuti signal trading yang disediakan seseorang dengan akurasi hampir 99%. Kabar itu menjadi lebih menarik ketika ia bersaksi bahwa modalnya bisa berkembang sebesar lebih dari 100% hanya dalam waktu seminggu.

Terus terang, cerita seperti itu bukan kisah baru bagi saya. Saya teramat sering mendengar kisah yang bahkan lebih fantastis daripada itu.

Lalu apakah itu berarti tidak mungkin modal berkembang sampai 100% dalam seminggu? Saya tidak bilang begitu. Mungkin saja, bahkan sangat mungkin.

Hanya saja, ada satu hal yang sering dilupakan (atau mungkin bahkan tidak diketahui) para trader, yaitu bahwa performa strategi/signal trading di masa kini tidak mencerminkan performa di masa lampau maupun di masa depan. Artinya, tetap ada kemungkinan starategi/signal trading tersebut akan mengalami “masa kelam” di masa mendatang. Nothing on this earth is perfectly perfect. 

Trader Top Dunia Pun Pernah Loss


Pada kenyataannya, bahkan trader-trader kelas dunia pun pernah mengalami kerugian. Mereka bukan orang-orang sembarangan. Mereka adalah orang-orang yang sangat berdedikasi di bidang trading serta kualitas mereka pun sudah dibuktikan oleh dunia. Sebut saja nama seperti Ed Seykota, trader kawakan yang sudah berkecimpung di dunia trading sejak tahun 1970. Simak petuahnya yang paling terkenal, “The elements of good trading are: 1) cutting losses, 2) cutting losses, and 3) cutting losses. If you can follow these three rules, you may have a chance.”

Jadi, menurut Ed Seykota, ada tiga elemen trading yang baik, yaitu cut loss, cut loss dan cut loss. Kita akan berkesempatan sukses dalam trading, menurut Seykota, jika kita mengikuti tiga aturan tersebut.

Artinya, bahkan trader sekaliber Ed Seykota pun mengakui bahwa tidak mungkin ia senantiasa benar. Ada kalanya analisanya salah dan ia harus melakukan cut loss.

Dan Ed Seykota masih survive sampai sekarang sebagai trader yang bukan trader biasa. Bahkan Jack D. Schwager, pakar trading lain yang juga merupakan penulis buku best seller “Market Wizards”, menyebut bahwa “pencapaiannya (Seykota) sudah semestinya menempatkannya sebagai salah satu trader terbaik di masa kita.”

Bukan hanya Ed Seykota yang menegaskan bahwa mereka pernah “salah”. Sebut saja nama-nama seperti Victor “Trader Vic” Sperandeo, Marty Schwartz, Paul Tudor Jones, Randy McKay. Mereka secara implisit maupun eksplisit mengakui bahwa mereka pernah merugi.

Mengapa saya paparkan hal ini? Karena ini berhubungan dengan judul artikel ini. Yang ingin saya sampaikan adalah, bahkan trader top kelas dunia pun pernah rugi dan kerugian yang mereka alami tak mempengaruhi kesuksesan mereka sebagai trader top.

Lalu harus bagaimana, dong?


Di atas sudah saya ceritakan tentang kesaksian pak Andi. Lalu apakah kesaksian pak Andi di atas itu bohong?

Tidak begitu juga.


Bahkan saya tertarik untuk mencoba signal yang diceritakan pak Andi itu. Kita harus terbuka pada hal-hal baru, tetapi ingatlah apa yang akan saya tuliskan di paragraf selanjutnya.

Silakan Anda meyakini bahwa sebuah strategi/signal trading benar-benar bagus, tetapi Anda tetap harus menyadari bahwa strategi/signal trading itu adalah buatan manusia. Manusia memiliki keterbatasan, sehingga strategi yang ia hasilkan mungkin saja – seperti yang saya sebut di atas – suatu saat akan menemui kegagalan.

Untuk itu, pergunakanlah risk management dan money management yang sesuai dengan modal Anda. Batasi resiko, pergunakan modal dengan bijak. Jika dua hal ini Anda terapkan dengan baik, Anda akan menemukan bahwa akurasi bukanlah satu-satunya hal yang menentukan kesuksesan trading.

Beberapa pekan terakhir ini saya menguji sebuah strategi trading secara live, mempergunakan real account, yang katanya memiliki akurasi tinggi. Ternyata betul, akurasinya tinggi. Tetapi sayangnya, penerapan risk management-nya tidak terlalu bagus. Akhirnya? Minus, Saudara-Saudara.

Di bawah ini saya tunjukkan sebagian penting dari Detailed Statement-nya.
Berapa Akurasi Signal Trading Yang Bagus?
Berapa Akurasi Signal Trading Yang Bagus?
Dengan akurasi mencapai 81,4 persen, bisa disimpulkan bahwa kira-kira 8 dari 10 transaksi yang dilakukan berdasarkan strategi tersebut membuahkan profit, tetapi dua transaksi yang lain (yang berakhir loss) mampu MENGHAPUS semua keuntungan dari 8 transaksi sebelumnya.

Itu adalah bukti bahwa akurasi bukanlah segalanya. Dari Detailed Statement di atas, bisa kita lihat bahwa dari 43 transaksi yang dilakukan, hanya 8 yang merugi. Tetapi hasil keseluruhan masih rugi.

Tetapi bukan berarti akurasi tidak penting lho. Tetap penting, tetapi tidak akan bermakna jika tidak diimbangi dengan manajemen resiko dan manajemen modal yang baik. | FintechFX

Jadi, menjawab pertanyaan judul di atas mungkin bisa saya sampaikan seperti ini:


Strategi atau signal trading yang bagus tidak dilihat dari akurasinya, melainkan dari akumulasi hasil semua transaksi yang dilakukan. Kalau akumulasi hasil transaksinya positif, berarti strategi/signal tersebut cocok untuk Anda. Jika sebaliknya, mungkin tidak cocok untuk Anda.

Tetapi pertanyaan seperti judul artikel ini tidak pernah berhenti saya terima. Baiklah. Saya sebutkan saja, bahwa asalkan akurasi signal dari strategi trading Anda tidak kurang dari 50%, itu sudah cukup baik. Asalkan – sekali lagi – diperkuat dengan risk management dan money management yang tepat.